Monday, September 5, 2011

MUDIK KE KUTOARJO

Sebagian besar dari kalian mungkin belum pernah mendengar tentang kota bernama Kutoarjo. Kota ini kota kecil yang berada di Jawa Tengah dan terletak dekat Purworejo atau sekitar sejam dari Yogyakarta. Kota ini tempat asal ibuku, jadi setiap lebaran (diusahakan) kami selalu mudik ke kota ini.

Cara termudah ke kota ini adalah naik kereta sawunggalih (dari Jakarta) atau kereta komuter prameks (dari Yogya). Nah, pada hari lebaran kedua di kalender (yang sebenarnya adalah hari lebaran pertama gara-gara kesalahan pemerintah), kami memutuskan mudik ke Kutoarjo naik prameks dengan harga tiket 20 ribu dengan perjalanan sekitar 2 jam. Hanya ada 4 jadwal keberangkatan dari Solo ke Kutoarjo, namun dari Solo ke Yogya hampir ada setiap jam.

Kutoarjo is not a major tourist destination, bahkan mungkin not a tourist destination at all. Tak ada yang bisa dilihat di kota ini. Kabarnya ada pantai bernama Ketawang di daerah ini, namun semua saudara yang kukenal menyarankan tidak pergi ke sana (pantainya jelek banget kata mereka). Tapi kota ini cukup ramai karena menjadi tempat transit bagi pemudik ke Purworejo. Dari Kutoarjo, kita bisa naik angkot warna kuning ke Purworejo karena memang tidak ada kereta yang mengarah ke Purworejo. Byk berceceran kok angkotnya di dpn stasiun. Nah ini dia stasiun Kutoarjo yang menurutku cukup bagus dan nyaman untuk ukuran sebuah kota kecil.
 
Nah kota kecil ini punya restoran kebanggaan bernama Gudeg Mataram yang kata ibuku gudeg-nya enaaaak banget. Sayangnya pas kami kesana, ternyata restorannya masih tutup hehehe. Kami lalu menuju ke desa kami di Sidodadi, sebuah desa tenang yang dekat dengan perbukitan. Benar-benar nggak bisa dibayangkan dulu ibuku berangkat ke sekolah dengan jalan kaki melewati lanskap ini.

 
Practically, I were doing nothing there, kecuali silaturahmi ke keluarga dekat dan nyekar ke tempat almarhum eyang kakung. Tapi secara jiwaku jiwa petualang (hehehe) aku bangun pagi-pagi sekali di hari kedua untuk menikamti matahari terbit di tengah sawah. Sayang cuaca berawan, jadi hanya gambar ini yang bisa kudapat.
 
Namun pemandangan pegunungan di sebelah utara desaku dengan persawahan yang berkabut cukup breathtaking.


Cukup susah juga buat anak kota sepertiku melintasi tegalan sawah. Dua kali kakiku masuk ke lumpur dan nyaris sandalku hilang (hehehe untung nggak ada lintah), tapi akhirnya aku bisa selamat juga. 

Kami pulang dengan kereta yang sama, tapi kondisi yang sangat berbeda. Kalau kereta yang kami pakai untuk berangkat sangat lengang, kebalikannya saat kami pulang kereta benar-benar penuh sesak. Untung saja sepanjang perjalanan aku mendapat teman baru, yaitu dua laki-laki yang tampangnya terlalu keren untuk ukuran orang lokal. Selidik punya selidik ternyata memang lahir dan besar di Jakarta. Mereka sedang meneruskan perjalanan dari Purworejo ke bandara Adi Sumarmo. Dengan naik kereta prameks, kita memang bisa turun di stasiun Maguwo yang terletak tepat di depan bandara Adi Sumarmo. Cukup praktis dan murah, mengingat kata mereka naik bus damri dr Purworejo ke bandara memakan biaya 175 ribu.

Dua jam perjalanan kuhabiskan dengan berdiri. Di beberapa stasiun ada sih penumpang yang turun. Tapi kalau yang turun Cuma satu dua, itupun yang ada di dekat pintu, nggak ngefek kali! Huh, mana udah penuh, ada yang kentut lagi di dalam kereta. Tapi itu semua kuanggap sebagai pengalaman yang tak terlupakan. Sangat khas Indonesia.

No comments:

Post a Comment